Masjid Al-Ghamamah mempunyai sejarah panjang kehidupan pada masa kekhalifahan Nabi Muhammad SAW. Masjid ini merupakan tempat Nabi Muhammad SAW melaksanakan salat Idul Fitri di Arab Saudi.
Di masjid inilah Rasul melaksanakan salat Idul Fitri atau Idul Adha. Letak Madinah al-Munawwarah sangat penting dalam sejarah penyebaran Islam. Di kota inilah dakwah Nabi Muhammad SAW yang intens dan efektif dimulai. Selama kurang lebih 10 tahun, Rasulullah SAW membina masyarakat madani dan memperkuat barisan umat Islam di wilayah yang dulu bernama Yatsrib.
“Gravitasi” Madinah yang menawan tentu saja adalah Masjid Nabawi. Namun, ada beberapa masjid lain yang juga memiliki nilai sejarah. Salah satunya adalah Masjid Al-Ghamamah. Lokasi dekat dengan masjid terbesar di seluruh kota Nabi. Kompleks yang dahulunya bernama al-Mushalla itu hanya berjarak sekitar 300 meter dari gerbang pintu as-Salaam Masjid Nabawi.
Denahnya berbentuk persegi panjang, yang terbelah menjadi dua bagian. Sisi luar bangunan itu didominasi warna kelabu, sedangkan kubahnya berwarna putih. Sebagian sisi luar bangunan dilapisi batu basal hitam. Ada 11 kubah yang menaungi masjid ini.
Ukuran berbeda. Kubah terbesar terletak tepat di atas mihrab, tempat imam memimpin salat. Selain itu, Masjid al-Ghamamah juga dilengkapi dengan menara yang megah. Pengunjung dapat memasuki masjid melalui dua pintu yang berhiaskan ukiran emas. Keduanya berukuran panjang 26 meter dan lebar 4 meter. Ruang sholatnya cukup luas. Luasnya sekitar 30x15m2.
Interior Masjid al-Ghamamah memiliki nuansa sederhana dan menenangkan. Warna putih mendominasi dinding ruangan ini. Dua tiang besar menopang atap. Permukaannya ditutupi basal seperti bagian luarnya. Sholat lima waktu di masjid ini selalu menggunakan speaker internal (internal sound system). Hal ini dilakukan agar suara yang ada tidak bertabrakan dengan suara yang berasal dari Masjid Nabawi.
Dahulu tanah tempat Masjid al-Ghamamah berada adalah Lapangan Medina. Setelah kepergian Nabi, umat Islam mulai merayakan Idul Fitri dan Idul Adha. Sejak tahun kedua Hijriyah, salat Ied kerap dilakukan di lapangan luas tersebut. Sejak saat itu, kawasan tersebut juga dikenal dengan nama al-Mushalla yang berarti “tempat salat”.
Pada tahun kesembilan pemerintahan Hijriyah, terjadi kekeringan di Madinah. Banyak tanaman yang tidak dipanen. Kelaparan menyebabkan kepanikan di kalangan penduduk kota. Mereka kemudian meminta Rasulullah SAW untuk memimpin shalat hujan (istisqa). Nabi SAW juga memimpin salat sunah istisqa di Lapangan al-Mushalla yang kemudian menjadi lokasi Masjid al-Ghamamah.
Dalam munajatnya, Nabi SAW berdoa kepada Allah SWT, memohon kepada-Nya agar turun hujan hingga membasahi Madinah. Tak lama kemudian, awan gelap muncul di langit kota. Hujan turun deras.
Seluruh kota menghilang dalam suasana bahagia. Tuhan semesta alam mendengar doa al-Mustafa. Sebagai bentuk apresiasinya, Rasulullah SAW dan para sahabat sepakat untuk membangun masjid di tanah tersebut. Setelah selesai dibangun, masjid tersebut diberi nama Masjid al-Ghamamah.
Secara linguistik, al-ghamamah berarti “awan”. Hal ini tentu saja menjadi pengingat akan awan hujan yang diturunkan Allah SWT sebagai jawaban atas doa Nabi SAW. Masjid al-Ghamamah dari masa ke masa mengalami perkembangan. Penampakan bangunan yang saat ini ada merupakan legasi sejak zaman Umar bin Abdul Aziz. Bagaimanapun, berbagai penguasa terus melakukan perbaikan atas masjid yang bersejarah itu.
Khalifah Utsmaniyah, Sultan Abdul Majid I, mengadakan renovasi besar-besaran pada masjid tersebut pada abad ke-19. Restorasi juga dilakukan Sultan Abdul Majid II. Pemerintah Kerajaan Arab Saudi hingga kini terus merawat Masjid al-Ghamamah. Namun dikhawatirkan bangunan ini juga akan dikorbankan untuk perluasan kompleks Masjid Nabawi. Di dekat al-Ghamamah juga terdapat kawasan yang dikenal dengan nama Tujuh Masjid (Sab’ah). Disebut tujuh karena mencakup tujuh masjid, yaitu Masjid Salman, Masjid Abu Bakar, Masjid Umar, Masjid Usman, Masjid Ali, Masjid Fatimah, dan Masjid Fatah.
Masjid Sab’ah dibangun umat Islam untuk mengenang para syuhada Perang Khandaq pada masa Nabi SAW. Untuk memperluas wilayah perkotaan, pemerintah Saudi terpaksa menggusur beberapa situs Masjid Sab’ah.
Hanya tersisa lima, itulah sebabnya disebut juga Masjid Lima (Khamsah). Dua masjid yang dibongkar adalah Masjid Ali dan Masjid Fatimah. Kita tentu berharap Masjid al-Ghamamah tetap berdiri tegak.
Pemerintah setempat mungkin menganggap perluasan Masjid Nabawi belum tentu mencakup kawasan bersejarah yang ada. Sebab, jamaah haji dan umroh juga kerap menikmati wisata sejarah di kota suci tersebut.
Meski tak semegah Masjid Nabawi, al-Ghamamah memancarkan pesona tersendiri. Kawasan sekitarnya juga selalu ramai dikunjungi wisatawan. Apalagi tak jauh dari sana ada pasar yang menjual kurma dari Madinah. Arab Saudi juga lebih memperhatikan aspek pariwisata. Di Medina, pengunjung bisa menikmati berbagai fasilitas, seperti city tour menggunakan bus khusus wisata untuk berkeliling kota.
Yuk kunjungi kota Madinah dan sekitarnya sekaligus ibadah Umrah. Dapatkan fasilitas dan pelayanan maksimal umrah bersama As Shofa tour.